
Oleh Waidang
PAPAR – Dahulu kala Yakob bersama dengan ketujuh puluh anak cucunya ke Mesir dan perpindahan Yakob bersama keluarganya merupakan sebuah gerakan migrasi dari Kanaan menuju ke Mesir. Alasan perpindahan itu adalah kondisi kelaparan yang melanda sebahagian besar wilayah Kanaan (Kejadian 46-50) situasi kelaparan inilah yang memaksa Yakob beserta anak cucunya untuk migrasi ke Mesir, dengan harapan di negeri Mesir, keadaan mereka akan berubah.
Demikian juga kita melihat sekarang di mana-mana pergerakan orang dari satu tempat ke tempat lainnya. Migrasi difahami sebagai perpindahan seseorang atau kelompok dari wilayah ke wilayah lainnya, dalam sesebuah negara, atau dari sebuah negara ke negara lainnya, untuk sementara waktu atau menetap yang dilatarbelakangi oleh variasi motif atau alasan.
Di Sabah kaum buruh migran dan perantau sendiri pun sering mengalami kesan negatif migrasi kerana tindakan mereka sendiri seperti kurang persiapan, kurang pendidikan, motivasi yang kurang jelas, sikap yang tidak mahu tahu, tidak memiliki semangat menabung, jerat hutang, pemalsuan dokumen, tidak ada kemahuan untuk belajar, kurang menunjukkan etika kerja yang baik dan lain-lain lagi.
Beberapa hal seperti di atas sesungguhnya menggambarkan kepada kita tentang realiti migrasi, migran dan perantau yang masih sangat memprihatinkan. Dalam terang sabda Tuhan, kita diajak untuk melihat gerakan migrasi mengandung niat baik seseorang untuk mengubah hidupnya.
Migrasi dilihat secara positif sebagai sebuah gerakan perubahan yang menjamin keberadaan dan mendatangkan penyelamatan umat manusia. Kerana itu, kenyataan migrasi tidak dipandang sebagai suatu kekurangan seperti kemiskinan, kebodohan dan kesengsaraan, melainkan dimaknai sebagai sebuah panggilan Tuhan untuk mempertahankan dan mensejahterakan umat manusia, sebagaimana Tuhan menyertai Yakob dalam pergerakan migrasi dari Kanaan ke Mesir. Demikian juga Tuhan tetap menolong dan menyertai buruh migran dan perantau dalam perjuangan hidup mereka mencapai kesejahteraannya masing-masing.
Di daerah Papar ada sebuah sekolah migran yang dibangun pada tahun 2015 untuk anak-anak migran dari Indonesia. Sekolah tersebut diberi nama CLC Lentera.
Baru-baru ini, Pengelola CLC Lentera, Yohanes Pati Sogen dan rakan-rakan sekolah menyambut baik pada acara kunjungan singkat daripada ACMI Keuskupan Agung Kota Kinabalu bersama belia-belia dari Katedral Hati Kudus, Kota Kinabalu.
Yohanes mengucapkan terima kasih kepada pengerusi ACMI Dominic Lim dan rombongan di atas kehadiran mereka dengan harapan semoga kunjungan itu memberikan suntikan semangat bagi beliau sebagai Ketua Kelompok Keluarga Katolik Indonesia (K3I) St Joseph Papar dan juga pengelola Community Learning Centre (CLC) Lentera.
Katanya Lentera menjadi simbol harapan, petunjuk dan kebijaksanaan, Lentera menggambarkan cahaya dalam kegelapan. Semoga Lentera dapat menerangi cahaya kepada anak-anak migran bertumbuh dan berkembang menjadi berkat bagi orang ramai.