Bapa Suci Fransiskus
Oleh Romo T Krispurwana Cahyadi, SJ
Nov 9 2021
TIDAK sedikit pemerhati mengatakan bahawa Gereja dalam penggembalaan Bapa Suci Fransiskus adalah Gereja yang berciri sinodal, Gereja yang berjalan bersama (synodus).
Di dalam Evangelii Gaudium sendiri sudah dikatakannya bahawa perubahan Gereja berjalan dari bawah, dari pinggiran. Hal itu tercermin dari pemilihan kepada kardinal, juga negara-negara yang dikunjungi. Kardinal Mario Grech, yang mengetuai Sekretariat Sinode Uskup di Vatikan, malahan menggambarkan Gereja yang berjalan bersama adalah Gereja yang dikehendaki Tuhan di milenium ketiga ini, Gereja sebagai umat Tuhan yang berziarah bersama.
Dikatakannya, gambaran ini pertama kali diutarakan oleh Kardinal Carlo Martini, ahli Kitab Suci yang waktu itu Uskup Agung Milan, agar Gereja tidak hidup dalam gambaran monarki tunggal, namun lebih hidup sebagai suatu communio umat Tuhan, sebagaimana dicita-citakan oleh Konsili Vatikan II. Tidak menghairankanlah kalau Bapa Suci Fransiskus menyebut sinodalitas adalah unsur konstitusional dalam kehidupan Gereja.
Tema Sinode “Menuju suatu Gereja Sinodal: Persekutuan, Partisipasi dan Perutusan”
Sebenarnya Bapa Suci sudah merancangkan Sinode Uskup dengan tema Sinode “Menuju suatu Gereja Sinodal: Persekutuan, Partisipasi dan Perutusan”. Setelah ditangguh ke tahun 2022 oleh sebab pandemik, rancangan tersebut diubah kembali menjadi suatu proses sinode yang melibatkan semua, mulai dari proses sinode tingkat keuskupan dan nasional Oktober 2021-April 2022, kemudian tingkat benua September 2022-Mac 2023, dan hingga di tahap Gereja Universal, Oktober 2023.
Tidak menghairankan kalau Kardinal Grech menyebut hal ini dalam gambaran, dari suatu peristiwa menuju suatu proses. Sinode bukanlah suatu peristiwa melainkan proses. Bagi Bapa Suci sendiri memang proses lebih penting daripada hasil, masa lebih penting daripada ruang. Gereja yang berjalan bersama adalah Gereja yang menapaki proses.
Berjalan Bersama
Kolegialiti para uskup bersama Bapa Suci oleh Paulus VI ditandai dengan dibentuknya mekanisme Sinode Uskup. Langkah yang merupakan buah dari Konsili Vatikan II, sejak ditetapkan oleh Paulus VI dalam Motu Proprio Apostolica Sollicitudo (15 September 1965) itu, telah berbuah nyata dan tentu sudah layak diperbaharui.
Sinode Uskup perlu semakin diarahkan agar tidak lebih sibuk untuk mempertahankan atau menjamin dirinya sendiri sebagai Gereja, namun mengarahkan diri pada tugas perutusan dasar Gereja untuk mewartakan Injil
Bapa Suci Fransiskus dalam Konstitusi Apostoliknya, Communio Episcopalis (15 September 2018) menuliskan setelah lebih dari 50 tahun berjalannya wadah Sinode Uskup perlu semakin diarahkan agar wadah tersebut tidak lebih sibuk untuk mempertahankan atau menjamin dirinya sendiri sebagai Gereja, namun mengarahkan diri pada tugas perutusan dasar Gereja untuk mewartakan Injil. Oleh sebab itu, Gereja, melalui Sinode Uskup, perlu lebih memusatkan diri pada identiti serta perutusan tersebut, aspek misionari Gereja.
Sinode Uskup baginya terutama merupakan langkah mendengarkan, mendengarkan umat Tuhan secara bersama, mendengarkan terang bimbingan Roh Kudus
Sinode Uskup baginya terutama merupakan langkah mendengarkan, mendengarkan umat Tuhan secara bersama, mendengarkan terang bimbingan Roh Kudus. Oleh itu aspek konsultatif merupakan sesuatu yang mendasar, mengenali rasa iman yang sedang hidup. Di sini penting proses penegasan rohani, agar dapat membezakan dengan sekedar pengungkapan pendapat yang masuk akal sahaja, sebab kesepakatan Gereja tidak didasarkan pada pemungutan suara saja tetapi juga bagaimana keterbukaan akan Roh Kudus.
Hal tersebut kelihatan bagaimana Bapa Suci Fransiskus menolak usulan yang mendapatkan suara majoriti besar dalam Sinode Amazon, kerana menurutnya usulan tersebut kurang mendengarkan Roh Kudus. Selain itu hasil Sinode baginya bukan hanya titik akhir, hasil keputusan, namun pula titik berangkat bagi pewujudnyataannya, terlebih di konteks Gereja setempat.
Gereja sinodal adalah Gereja yang hendak mendengarkan suara semua kawasan, terlebih kawasan yang selama ini jarang didengar dan diperhatikan. Tidak menghairankan jika tema yang diambil adalah soal persekutuan umat beriman, keterlibatan semua dan perutusan.
Fransiskus ingin mengarahkan Gereja berfokus pada tugas perutusan utamanya, pewartaan Injil, itulah Gereja yang misionari
Fransiskus ingin mengarahkan Gereja berfokus pada tugas perutusan utamanya, pewartaan Injil, itulah Gereja yang misionari. Ciri yang menyertai dalam menjalankan tugas perutusan tersebut adalah kemurahan hati. Gereja yang menyatakan dan menunjukkan belas kasihan, itulah yang diharapkan. Kerana ini adalah perjalanan hidup Gereja maka ruang keterlibatan yang semakin meluas diperlukan.
Mempertimbangkan kepentingan itu, maka diputuskan proses Sinode diperluas dan diperpanjang. Agar proses mendengarkan dan langkah atau budi bicara lebih terjalin, demikian ungkap Kardinal Grech, yang memimpin sekretariat Sinode Uskup.
Bapa Suci bukan di atas Gereja, melainkan di dalam Gereja, sebagai salah satu umat beriman yang dibaptis dan menjadi bahagian dalam kolegialiti para uskup, selain memang merupakan pengganti Rasul Petrus
Tentu proses ini tidak mengingkari ciri pelayanan hierarkis, apa lagi pelayanan petrinal, kuasa mengajar Bapa Suci, di dalam tubuh Gereja, malahan menguatkan dan memperluas jangkauan pelayanan tersebut. Bapa Suci bukan di atas Gereja, melainkan di dalam Gereja, sebagai salah satu umat beriman yang dibaptis dan menjadi bahagian dalam kolegialiti para uskup, selain memang merupakan pengganti Rasul Petrus. Hal ini merupakan kenyataan Gereja yang berjalan bersama, umat Tuhan yang berziarah dalam tapak jalan perutusan Kristus.
Jalan yang ditapaki Gereja di milenium ketiga ini memang adalah jalan sinodal, jalan Gereja yang berjalan bersama. Demikian Bapa Suci Fransiskus menggambarkannya. Itulah Gereja yang mendengarkan sensus fidei, kepekaan iman umat beriman. Semua yang suah dibaptis memiliki karunia Roh Kudus, dan Gereja dalam kesedarannya sebagai umat Tuhan, mendengarkan terang bimbingan Roh Kudus dalam hati semua umat beriman.
Vatikan II sendiri menggambarkan sebagai Gereja yang mendengarkan tanda-tanda zaman, sehingga semakin menjadi bahagian dari pergelutan historis umat manusia di tengah dunia ini, agar Gereja sebagai sakramen keselamatan semakin mampu merealisasikan dan mengatur dunia sebagai sebahagian daripada perjuangan untuk sejarah keselamatan Tuhan.
Pentingnya Spiritualiti
Sekretariat Sinode sendiri telah merangka struktur yang dimaksudkan untuk mengawal proses sinode ini. Kardinal Jean Hollerich dari Luxemburg dipilih sebagai orang perhubungan, yang tentu bersama Kardinal Grech bertanggungjawab mengawal proses hingga akhir perumusan hasil.
Tidak ada sinodalitas tanpa spiritualiti
Yang menarik adalah di dalam struktur tersebut ada tim spiritualiti, selain tentu saja tim para teologi. Sr Nathalie Becquart, salah satu setiausaha dari Sekretariat Sinode Uskup, menegaskan akan hal itu, bahawa proses Sinode tidak boleh dilepaskan dari spiritualiti. Tidak ada sinodalitas tanpa spiritualiti, demikian ungkapnya.
Kita diingatkan apa yang dikatakan oleh Kardinal Jorge Mario Bergoglio saat konklaf, yang kemudian memilihnya sebagai bapa suci. Dalam kesempatan itu dia mengatakan tentang gambaran Gereja sebagai Gereja yang berkat kontemplasinya akan Yesus Kristus menjadi Gereja yang mewartakan Injil.
Sekretariat Sinode sendiri mengharapkan agar proses sinode, di peringkat keuskupan, menjadi proses yang setia mendengarkan terang bimbingan Roh Kudus
Maka ketika ditanya apa yang dilakukannya sebagai Bapa Suci, dia hanya mengatakan, untuk menempatkan Kristus berada di pusat, sehingga Dia sendiri yang memperbaharui Gereja. Itulah Gereja yang senantiasa menegaskan kehendak Tuhan dalam menjalankan tugas perutusannya di dunia ini.
Maka tidaklah menghairankan kalau Sekretariat Sinode sendiri mengharapkan agar proses sinode, di peringkat keuskupan, menjadi proses yang setia mendengarkan terang bimbingan Roh Kudus, menyedari spiritualiti sebagai dimensi dasarnya.
Itulah Gereja yang hidup dalam karisma Roh Kudus, dan menapaki jalan kesetiaan memberi ruang karisma yang berkat Baptisan dan Krisma dicurahkan dalam diri semua umat beriman. – Hidup Katolik